BAB I. PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Ketika ku berjalan
menyusuri sungai yang berada di tempat tinggalku, alangkah indahnya saat
kulihat air yang mengalir dengan tenangnya, dengan hiasan pohon-pohon air yang
menghias tepi sungai, serta munculnya beberapa ikan yang sesekali terlihat
muncul sesaat untuk melihat indahnya langit dipagi hari. Tetapi semua itu
semakin terlihat agak berbeda ketika mendekati pemukiman masyarakat. Air
sungainya terlihat lebih keruh, dengan hiasan beberapa bungkus detergen dan
kantong-kantong plastic senantiasa menghias air sungai yang sudah keruh dan
disertai dengan bau yang agak menusuk indera penciuman.
Kuteruskan untuk
melanjutkan perjalanan, hingga tiba saatnya kutiba di sebuah sekolah dasar
dengan siswa yang terlihat sedang menikmati waktu istirahatnya dengan membeli
jajanan disekitar sekolahnya. Terlihat dengan asiknya mereka tertawa dengan
riang gembira disertai sebuah bungkus makanan ditangannya. Dan keadaan pada
permukaan sungai pun sedikit berbeda dengan pada saat ku melintas di daerah
pemukiman. Disini terlihat beberapa, atau sekumpulan bungkus-bungkus chiki dan
plastic bekas somay atau cimol yang melambai – lambai pada permukaan sungai
tersebut. Serta juga terlihat beberapa orang tua yang tidak kalah dengan anak –
anak sekolah dasar tersebut, mereka juga turut menghiasi air sungai dengan
bawaan yang mereka bawa.
Kuteruskan lagi
perjalanan ku hingga melewati sekolah – sekolah menengah lainnya. Dan ternyata,
pemandangan tersebut tidak jauh berbeda dengan pada saat kuberada di sekolah
dasar, hanya saja terlihat sedikit berbeda, disana terlihat lebih banyak sterofom
berwarna putih dibandingkan dengan plastic bungkus chiki dan lainnnya. Dan
ketika ku telah sampai di air terjun sungai tersebut, alangkah indah nan
eloknya pemdangan disana. Dengan dihiasi benda –benda setrofom dan plastic
mengapung memenuhi dasar dari air terjun tersebut, serta dihiasi dengan
beberapa orang yang sedang mencoba untuk mencari butiran nasi dari air terjun
tersebut. Serta disertai dengan buih-
buih yang bermunculan dengan iringan aroma sedap yang cukup untuk membuat
seseorang mengeluarkan isi sarapannya.
Ternyata
pemandangan tersebut mungkin bukan barang yang asing lagi khususnya untuk kita
yang bertinggal di Negara Indonesia ini. Akankah situasi ini akan berlanjut?,
akankah semakin buruk, atau semakin membaik ?. Akankah kita hanya bisa menutup
mata? Atau membuka hati kita ?. Pada kesempatan kali ini, saya mencoba untuk
memaparkan beberapa hal tentang manusia yang berbudaya, sehingga anda dapat
mengukur diri anda sendiri. Serta diharapkan akan terbentuknya masyarakat, atau
manusia yang berbudaya serta memiliki kesadaran seperti layaknya manusia yang
berbudaya.
BAB II. KAJIAN TEORI
Apa Itu manusia
yang berbudaya ?
Budaya itu adalah Budaya atau kebudayaan kata yang berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebutculture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia ( menurut Wikipedia).
Sedangkan Budaya menurut istilah adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari
generasi ke generasi. Dan manusia berbudaya adalah manusia yang
memiliki perilaku dan tingkah laku yang berakal budi yang diwariskan dari
generasi ke generasi. Manusia berbudaya juga dapat diartikan sebagai manusia
yang dalam kehidupannya berperilakuan baik, bermoral, sopan dan santun terhadap
sesama manusia atau mahluk ciptaan tuhan.
Perilaku manusia berbudaya adalah perilaku yang dijalankan sesuai dengan moral,
norma-norma yang berlaku dimasyarakat, sesuai dengan perintah di setiap agama
yang diyakini, Dan sesuai dengan hukum Negara yang berlaku. Dalam berperilaku,
manusia yang berbudaya tidak menjalankan sikap-sikap atau tindakan yang
menyinpang dari peraturan-peraturan baik berupa norma- norma yang ada di
masyarakat maupun hokum yang berlaku.
Oleh karena itu
sifat manusia yang berbudaya itu yang harus dimiliki setiap manusia khususnya
bangsa Indonesia yang dikenali sebagai Negara yang besar dengan banyaknya
budaya yang dimiliki. Jadilah manusia yang memiliki budaya yang tinggi yang
menjadikan manusia tersebut sebagai manusia yang berbudaya dan tentu manusia
yang berbudaya itu pasti juga manusia yang berpendidikan, akan tetapi
sebaliknya manusia yang berpendidikan itu belum tentu dia manusia yang
berbudaya. Banyak contoh di negara ini manusia yang pintar atau berpendidikan
yang melakukan banyak tindak kejahatan atau menyimpang contohnya seperti
korupsi. Itu semua terjadi karena mereka tidak menjadi manusia yang berbudaya
Dan akibatnya mereka tidak memiliki moral, kejujuran, Dan rasa tanggung
jawab.
Karena itu jadilah
manusia yang berbudaya. Dengan menjadi manusia yang berbudaya maka masyarakat
akan memiliki sikap yang berakal budi, bermoral, sopan dan santun dalam
menjalani kehidupan diri sendiri ataupun berbangsa dan bernegara. Sikap Dan
sifat manusia yang berbudaya itu juga yang akan menjadikan bangsa Indonesia
bangsa yang besar yang memiliki jati diri sendiri sebagai bangsa yang beradab
dan bermartabat.
Pendidikan Indonesia dengan manusia yang berbudaya ?
Pendidikan di
Indonesia atau yang biasa disebut Pendidikan Nasional merupakan pendidikan
berwawasan pancasila yang berakar pada nilai agama, budaya dan peka terhadap
perkembanagan zaman. Sebagaimana termaktub dalam UU sistem Pendidikan Nasional
Nomor 2 tahun 2003 bahwa fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak, serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta tanggung jawab.
Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti yang terintegrasi (batin, intelegensi, dan tubuh) untuk memajukan kesempurnaan hidup selaras alam dan masyarakat. Di sini dapat dimengerti bahwa pendidikan dan kebudayaan merupakan dua mata rantai yang tidak bisa dipisahkan.
Tetapi pada kenyataannya, pendidikan selalu dikaitkan dengan keberhasilan dan kesuksesan. Orang berlomba-lomba untuk menempuh pendidikan yang tinggi untuk mencari pekerjaan yang layak. Punya rumah besar, mobil mewah dan harta melimpah. Agaknya ini yang membuat karakter bangsa mulai luntur. Mereka mengagung-agungkan kecerdasan yang mereka miliki. Mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Tak jarang kita temui para elite politik dan cendikiawan melakukan korupsi dengan sadar dan tanpa malu sedikit pun.
Lalu apa yang salah dari bangsaIndonesia ?
Secara umum tampaknya tidak ada masalah bahkan bangsa ini cukup banyak
menampilkan orang orang yang cerdik dan pandai. Manusia Indonesia tidak
bermasalah dengan IQ dan otaknya, tetapi tampaknya tidak demikian dengan hati
nurani yang mencerminkan karakter dan jati dirinya. Karakter bangsa Indonesia yang
terkenal ramah tamah, sopan santun dan gotong royong berubah menjadi penampilan
preman yang bengis dan beringas yang tega pada sesamanya, yang tidak peduli
lagi dengan nasib bangsanaya.
"When Character is lost, everything is lost," demikianlah pesan pepatah bijak, bahwa korupsi di negeri ini bukan dilakukan oleh mereka yang tidak berpendidikan, bukan pula oleh mereka yang tidak beragama, dan bukan pula oleh mereka yang tidak mempunyai kedudukan, tetapi oleh mereka yang tidak mempunyai karakter lagi. Pendidikan boleh tinggi, kedudukan boleh terhormat, tetapi apabila mereka tidak mempunyai karakter yang baik, maka akan menjadi sia-sia.
Pendidikan di Indonesia adalah pendidikan yang berbudaya, bukan pendidikan yang kapitalis. Pendidikan di Indonesia mencetak generasi yang cerdas dan mempunyai karakter yang baik. Tujuan pendidikan kita adalah membudayakan manusia. Maka, tujuan pendidikan nasional memang tidak bisa tidak adalah untuk membudayakan manusiaIndonesia
sesuai dengan nilai nilai budayanya sendiri, sesuai dengan karakter dan jati
dirinya.
Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti yang terintegrasi (batin, intelegensi, dan tubuh) untuk memajukan kesempurnaan hidup selaras alam dan masyarakat. Di sini dapat dimengerti bahwa pendidikan dan kebudayaan merupakan dua mata rantai yang tidak bisa dipisahkan.
Tetapi pada kenyataannya, pendidikan selalu dikaitkan dengan keberhasilan dan kesuksesan. Orang berlomba-lomba untuk menempuh pendidikan yang tinggi untuk mencari pekerjaan yang layak. Punya rumah besar, mobil mewah dan harta melimpah. Agaknya ini yang membuat karakter bangsa mulai luntur. Mereka mengagung-agungkan kecerdasan yang mereka miliki. Mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Tak jarang kita temui para elite politik dan cendikiawan melakukan korupsi dengan sadar dan tanpa malu sedikit pun.
Lalu apa yang salah dari bangsa
"When Character is lost, everything is lost," demikianlah pesan pepatah bijak, bahwa korupsi di negeri ini bukan dilakukan oleh mereka yang tidak berpendidikan, bukan pula oleh mereka yang tidak beragama, dan bukan pula oleh mereka yang tidak mempunyai kedudukan, tetapi oleh mereka yang tidak mempunyai karakter lagi. Pendidikan boleh tinggi, kedudukan boleh terhormat, tetapi apabila mereka tidak mempunyai karakter yang baik, maka akan menjadi sia-sia.
Pendidikan di Indonesia adalah pendidikan yang berbudaya, bukan pendidikan yang kapitalis. Pendidikan di Indonesia mencetak generasi yang cerdas dan mempunyai karakter yang baik. Tujuan pendidikan kita adalah membudayakan manusia. Maka, tujuan pendidikan nasional memang tidak bisa tidak adalah untuk membudayakan manusia
Pendidikan yang berbudaya sebaiknya diterapkan sejak dini, ketika anak mulai masuk sekolah dasar. Pendidikan yang berbudaya bertujuan untuk membentuk karakter sejak dini. Pendidikan yang berbudaya misalnya mengajarkan pendidikan karakter yang baik. Niai-nilai pendidikan karakter tersebut adalah jujur, religius, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demoktratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Sehingga, dengan adanya pendidikan berbudaya, diharapkan dapat mencetak generasi yang cerdas dan mempunyai watak baik serta berakhlakul karimah.
BAB IV. STUDI KASUS
JAKARTA – DPRD
mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengawasi dan mengusut proyek
pengerukan kali terhadap sungai mikro
dan submikro.Sebaiknya pembayaran terhadap pelaksana proyek ditunda karena dinilai pengerjaanya selama ini asal-asalan dalam menekan dampak banjir. Jika penggunaan kapal keruk merupakan salah satu syarat kontrak, maka harus diikuti pelaksana proyek. “Kalau tidak maka telah menyalahi aturan dan harus diusut,” kata Wakil Ketua DPRD DKI Sayogo Hendrosubroto di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Senin (16/11/2009).
Kata Sayogo, penggunaan kapal keruk asal Belanda memang diharapkan dapat menjadi sebuah inovasi dalam penanganan banjir. Hal itu lantaran alat yang selama ini digunakan yakni eskavator telah dinilai tidak optimal dalam melakukan pengerukan. Sehingga banjir menjadi bencana rutin yang seakan sulit ditangani.
“Meminta Pemprov DKI untuk melakukan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan proyek,” kata politisi PDI Perjuangan ini yang pemprov untuk tidak terburu-buru membayarkan uang pengerjaan jika kinerja mereka belum maksimal
Sejumlah wilayah di DKI Jakarta tergenang air akibat hujan deras pada Jumat lalu. Menurut Kepala Bidang Pemeliharaan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI, Tardjuki intensitas hujan yang terjadi saat itu tergolong berat yaitu 99 milimeter per 2 jam.
Padahal, kriterianya 5-10 milimeter per jam. “Hujan yang sangat deras sama seperti tahun 2007 lalu. Kalau hujannya dua hari berturut-turut prediksi bisa tenggelam,” katanya usai pemaparan dengan Komisi D DPRD DKI Jakarta di Ruang Rapat Pimpinan Komisi D, Gedung DPRD DKI,Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (16/11/2009).
Sebab itu, Dinas Pekerjaan Umum DKI siap melakukan pengendalian banjir darurat jangka pendek. Adapun pengendalian banjir tersebut dilakukan secara teknis dengan menyebar pompa mobile di beberapa titik sentral, di antaranya di belakang Gedung Jaya dan Gedung Surya Jakarta.
Antisipasi lainnya dengan peninggian jalan 15 cm, pembersihan sampah yang berkoordinasi dengan dinas kebersihan, pengurasan saluran, dan pengerukan Kali Krukut Bawah. “Prediksi masih akan tergenang air di jalan. Dalam jangka pendek antisipasinya dengan menyedot air melalui pompa mobile dan jalan ditinggikan 15 cm, serta pengerukan,” imbuhnya.
Dia menambahkan, sampai saat ini Dinas PU memiliki pompa mobile sebanyak 83 unit dengan perincian DPU 30 unit, Jakarta Pusat 12 unit, Jakarta Barat 22 unit, Jakarta Selatan 15 unit, Jakarta Utara 3 unit, dan Jakarta Timur 1 unit. “Masih kurangpompa mobile, dibutuhkan sekitar 170 unit untuk seluruh wilayah. Baru stand by 50 persen,” kata Tardjuki.
BAB V. PEMBAHASAN
Sungguh sangat luarbiasa, akibat yang
ditimbulkan dari beberapa plastic yang kita buang, hingga berdampak pada
terkurasnya kas suatu daerah, hingga dapat melumpuhkan bukan hanya 1 orang,
tetapi semua orang yang berada di kota tersebut hingga berhentinya roda ekonomi
dan juga dapat berdampak pada kesehatan alur uang yang berada pada suatu
Negara, yang dikarenakan, mungkin hanya plastic bekas chiki yang kita buang
dengan entengnya ke sebuah sungai yang dapat memberi kehidupan juga dapat
memberi kesengsaraan bagi makhluk hidup manusia lainnya, khususnya manusia.
BAB VI PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan pada
artikel diatas, kita dapat menarik kesimpulan, bahwasannya kita sebaia manusia,
selain sebagai makhluk social, kita juga perlu berperilaku menjadi manusia yang
berbudaya. Perilaku manusia berbudaya adalah perilaku yang dijalankan sesuai
dengan moral, norma-norma yang berlaku dimasyarakat, sesuai dengan perintah di
setiap agama yang diyakini, Dan sesuai dengan hukum Negara yang berlaku. Dalam
berperilaku, manusia yang berbudaya tidak menjalankan sikap-sikap atau tindakan
yang menyinpang dari peraturan-peraturan baik berupa norma- norma yang ada di
masyarakat maupun hokum yang berlaku.
Demikianlah tugas yang telah saya kerjakan , mungkin ada kekurangan
yang terdapat dalam penulisan tugas ini. Semoga ada kritik dan saran yang
mendukung dalam penulisan ini. Jika ada kelebihan mungkin hanya kebetulan
semata. Terima kasih.
DAFTAR PUSAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar